Selasa, 24 April 2012

makalah fiqh tentang evalusi materi MI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap orang saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Dari dua kalimat di atas kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu : evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang memang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam memakainya hanya tergantung dari kata mana yang siap di ucapkannya.[1][1]
Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan sistem evaluasi yang baik maka kualitas pembelajaran diharapkan akan meningkat. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut, evaluasi sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan semua ranah yang dimiliki peserta didik.
Dengan sistem evaluasi yang baik maka akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik dengan tujuan akhir meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia pada umumnya, seperti yang diamanahkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tujuan pendidikan nasional.[2][2]






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Jenis Penilaian
Penilaian dalam satu bidang studi, termasuk bidang studi fiqh, mencakup penilaian hasil belajar dan penilaian proses belajar (sering hanya di sebut dengan penilaian hasil dan peniaian proses). Penilaian hasil adalah penilaian terhadap kemampuan-kemampuan yang diharapkan dikuasai murid yang telah ditetapkan dengan tujuan pengajaran, sedangkan penilaian proses adalah penilaian penilaian terhadap keterampilan atau kemampuan murid  yang diperlukan untuk memperoleh penguasaan kemampuan yang diharapkan dalam tujuan pengajaran.
Oleh karena itu, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a)      Penilaian formatif
Dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Tes formatif adalah tes yang diselenggarakan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, diselenggarakan secara periodic terhadap unit-unit pelajaran yang sudah diajarkan beberapa waktu yang ditentukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui berhasil dan tidaknya proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Penilaian formatif adalah penilaian hasil belajar yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan  murid dalam menguasai kemampuan yang diharapkan dalam satu-satuan program pengajaran terkecil, yang biasanya di sebut dengan satuan pelajaran. Penilaian formatif berfungsi untuk memberikan umpan balik yang diperlukan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar. Dengan demikian, penilaian formatif lebih diarahkan untuk mengetahui sejauh mana guru telah berhasil menyampaikan bahan pengajaran kepada murid. Meskipun demikian, penilaian formatif tetap tertuju kepada murid. Dengan melihat hasil yang diperoleh murid akan dapat diketahui tingkat keberhasilan guru dalam menyampaikan pelajaran.
Dalam penilaian formatif, kemampuan yang dinilai adalah penguasaan tingkah laku yang dituntut dalam tujuan instruksional khusus satuan pelajaran yang bersangkutan, yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Akan tetapi karena waktu yang dipergunakan untuk meresap hasil belajar masih pendek atau singkat, maka dalam penilaian akhir satuan pelajaran ini lebih menitik beratkan kepada aspek pengetahuan, kecuali jika bahan pengajaran memang bersifat keterampilan, seperti praktek wudhu, praktek shalat, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil yang di peroleh dalam penilaian formatif ini, guru dapat menetapkan langkah yang harus di ambil dalam kegiatan belajar-mengajar berikutnya, yang pada pokoknya ada dua kemungkinan, yaitu : 1) kegiatan belajar-mengajar  satuan pelajaran yang bersangkutan diulang kembali ; 2) kegiatan belajar mengajar diteruskan dengan program satuan pelajaran berikutnya. Untuk menetapkan mana di antara dua pilihan itu akan ditempuh, dipergunakan kriteria berikut :
1.      Jika 85 % dari seluruh murid memperoleh nilai 7,5 (75% soal dijawab dengan benar), maka program dapat dilanjutkan dengan catatan :
a)      Kepada murid yang memperoleh nilai kurang dari 7,5 diberikan program perbaikan/remedial program.
b)      Soal-soal yang dijawab benar hanya kurang dari 85% murid, materinya perlu di ulang kembali.
2.      Jika murid memperoleh nilai 7,5 (75 % soal di jawab dnegan benar) kurang dari 85%, maka satuan pelajaran tersebut perlu diulang kembali dan kepada murid yang telah memperoleh nilai 7,5 diberikan program pengayaan/enrichment program.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penilaian formatif itu juga dapat dipergunakan untuk :
a.       Memperbaiki metode yang dipergunakan dalam kegiatan belajar-mengajar;
b.      Melakukan diagnose kesiltan belajar yang dialami murid;
c.       Memperbaiki tujuan instruksional khusus
d.      Pemilihan kembali bahan pengajaran.
Evaluasi formatif mempunyai mnafaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan baik bagi siswa, guru maupun program itu sendiri.
a)      Manfaat bagi siswa
1)      Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mengetahui bahan pelajaran pada suatu program secara menyeluruh
2)      Merupkan penguatan bagi siswa
3)      Usaha perbaikan
4)      Sebagai bahan diagnostis
b)      Manfaat bagi guru
1)      Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa
2)      Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa
3)      Dapat meramalkan berhasil tidaknya seluruh program yang sedang dilaksanakan
b)      Penilaian sumatif
Tes sumatif adalah tes yang diselenggarakan di akhir semester atau dinamakan tes belajar tahap akhir. Tes ini bertujuan untuk memeperoleh informasi tentang keberhasilan belajar siswa secara menyeluruh dalam kurun waktu yang ditentukan.
Penilaian sumatif adalah jenis penilaian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan murid dalam menguasai kemampuan-kemampuan yang diharapkan dalam  program pengajaran selama satu satuan waktu tertentu, yaitu : caturwulan, semester, tahun ajaran, dan seluruh program pendidikan.
Berbeda dengan penilaian formatif yang lebih dititik beratkan pada penilaian kegiatan belajar-mengajar, penilaian sumatif dipergunakan untuk : 1) memberikan nilai kepada murid, mislanya untuk pengisian rapor; 2) menetapkan kelanjutan pendidikan murid, seperti nai/tidak naik kelas, lulus/tidak lulus; 3) menempatkan murid pada kelompok tertentu, misalnya menetapkan murid dalam kelas tertentu (jika ada kelas paralel).
Dalam penilain sumatif, karena waktu belajar sudah cukup lama, maka kemampuan yang dinilai mencakup seluruh aspek, baik pengetahuan, keterampilan, maupun aspek sikap.
Penilain sumatif ini ada kalanya juga pada pertengahan program dan dinamakan dengan subsumatif. Jadi penilaian subsumatif pada hakikatnya adalah penilaian sumatif yang dilakukan bukan pada akhir program, tetapi pada pertengahan program.
Adapun beberapa manfaat tes sumatif, dapat diuraikan sebagai berikut :
1)      Untuk menentukan nilai, apabila tes sumatif terutama digunakan untuk menentukan kedudukan anak
2)      Untuk menentukan seseorang anak dapat tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya
3)      Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa.[3]

B.     Alat Penilaian
 Pada setiap pokok bahasan dicantumkan jenis alat penilaian, secara keseluruhan mencakup empat jenis alat, yaitu: (1) tes lisan, (2)tes tertulis, (3) tes perbuatan, dan (4) tugas. Pencantuman jenis-jenis alat penilaian itu mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan penilaian pengajaran Fiqh, baik penilaian hasil maupun proses dan baik penilaian formatif maupun penilaian sumatif, hendaknya dipergunakan alat-alat penilaian yang dicantumkan, dengan memilih salah satunya atau menggunakannya secara gabungan.
Sebenarnya, selain empat jenis alat penilaian itu masih banyak jenis alat penilaian yang diperlukan untuk melakukan penilaian dalam bidang studi Fiqh, yaitu yang berupa alat penilaian nontes, seperti pengamatan, wawancara, tanya jawab, angket, dan sebagainya. Jenis-jenis alat penilaian nontes ini terutama diperlukan untuk melakukan penilaian formatif dan sumatif dalam aspek sikap serta penilaian proses belajar.
Dengan demikian, dalam kegiatan penilaian pengajaran bidang studi Fiqh, dapat dipergunakan semua jenis alat penilaian yang ada, yang secara garis besar terdiri dari alat penilaian yang berupa tes dan alat penilaian nontes.
1.      Alat Penilaian yang Berupa Tes
Alat penilaian yang berupa tes terdiri dari dua jenis tes, yaitu: (1) tes kata-kata dan (2) tes perbuatan. Sementara itu, tes kata-kata dapat dibedakan menjadi tes lisan dan tes tertulis.
Tes kata-kata adalah tes yang menggunakan kata-kata, baik pertanyaan maupun jawabannya. Tes kata-kata yang diberikan  kepada murid dalam pertanyaan lisan dan murid harus  menjawab dengan lisan,  disebut dengan tes lisan. Jika pertanyaanya tertulis dan jawabannya juga tertulis, maka tes tersebut dinamakan tes tertulis. Ada juga tes kata-kata yang pertanyaannya diajukan secara lisan, tetapi jawabannya diberikan secara tertulis.
Tes perbuatan pada hakikatnya adalah tes dalam bentuk guru memberikan tugas kepada murid untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, baik secara tertulis maupun lisan, kemudian murid melakukan tugas yang diberikan guru.
Dalam pengajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah, tes kata-kata dipergunakan untuk menilai penguasaan murid terhadap kemampuan pengetahuan, baik hafalan, pemahaman, maupun aplikasi, seperti: hafalan lafal syahadatain, hafalan do’a, pemahaman tentang cara shalat, pemahaman tentang zakat, puasa, haji, muamalah,  dan sebagainya. Tes perbuatan dipergunakan untuk menilai penguasaan murid terhadap kemampuan murid yang bersifat keterampilan, seperti: praktek wudhu’, praktek shalat, praktek tayammum, dan sebagainya.
Tes kata-kata, baik lisan maupun tertulis, pada pokoknya mencakup dua bentuk, yaitu tes uraian dan tes obyektif. Tes uraian terdiri: (1) uraian bebas dan (2) uraian terbatas, sedangkan tes objektif terdiri dari: (1) jawaban singkat, (2) benar-salah, (3) menjodohkan, dan (4) pilihan ganda.
2.      Alat Penilaian Nontes
     Penilaian pengajaran yang memerlukan alat nontes adalah penilaian hasil belajar dalam aspek sikap dan penilaian proses. Alat penilaian nontes ini banyak sekali jenisnya, tetapi tidak seluruhnya diperlukan dalam penilaian pengajaran bidang studi fiqh di Madrasah Ibtidaiyah adalah pengamatan, wawancara, dan tanggung jawab. Dalam pelaksanaan penilaian nontes ini dipergunakan instrumen-instrumen nontes, seperti: daftar cek, skala sikap, skala penilaian, catatan anekdot, dan sebagainya.
1)      Penyusunan Tes
     Seperti anda ketahui, soal-soal tes hasil belajar itu disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku, terutama komponen tujuan pengajaran dan pokok bahasan yang terdapat dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran. Akan tetapi karena rumusan tujuan pengajaran, baik kurikuler maupun instruksional umum, itu masih belum operasional, maka titik awal penyusunan tes hasil belajar adalah tujuan instruksional khusus (TIK).
     Untuk penyusunan tes formatif, tujuan instruksional khusus itu langsung menjadi acuannya, karena tes formatif memang dimaksudkan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan instruksional khusus. Akan tetapi untuk menyusun tes sumatif yang lebih menitikberatkan pengukuran tingkat ketercapaian tujuan instruksional umum, maka perlu disusun indikator yang merupakan penjabaran tujuan instruksional umum untuk keperluan penyusunan tes sumatif.
     Indikator adalah suatu ciri yang dapat diamati yang digunakan sebagai petunjuk bahwa tujuan instruksional umum telah tercapai. Kriteria dan cara penyusunan indikator itu tidak berbeda dengan kriteria dan cara penyusunan tujuan instruksional khusus. Perbedaannya dengan tujuan instruksional khusus hanya terletak pada cakupan materi. Jika pada tujuan instruksional khusus, seluruh materi yang tercakup dalam tujuan instruksional umum/ pokok bahasan harus diurai, tetapi dalam penyusunan indikator dipilih materi-materi tertentu yang diperkirakan dapat mewakili seluruh isi tujuan instruksional umum/pokok bahasan yang bersangkutan.
     Agar tes yang akan disusun tidak menyimpang dari kurikulum yang dipergunakan, sebelum menyusun butir-butir soal/pertanyaan harus disusun terlebih dahulu kisi-kisi soal, terutama dalam penyusunan tes  sumatif. Kisi-kisi adalah format berbentuk matriks yang memuat kriteria tentang soal-soal yang akan disusun. Kisi-kisi yang baik harus memenuhi tuntutan berikut:
1.      Dapat mewakili isi bahan pengajaran yang akan dinilai
2.      Komponen-komponennya jelas dan rinci
3.      Soal yang ditetapkan dapat disusun.
Format dan komponen kisi-kisi penyusunan tes hasil belajar terdiri dari dua bagian besar, yaitu bagian identitas dan bagian matriks. Pada bagian identitas setidak-tidaknya termuat:
1)      Nama bidang studi
2)      Kelas dan caturwulan
3)      Tahun ajaran
4)      Jumlah soal
5)      Alokasi waktu.
Pada bagian matrik setidak-tidaknya termuat:
1)      Tujuan instruksional umum
2)      Pokok bahasan/subpokok bahasan
3)      Uraian materi
4)      Indikator/Tujuan instruksional khusus
5)      Jumlah soal setiap uraian yang dipilih
6)      Bentuk soal
7)      Nomor soal







DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharmini, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2006, Cet. 6.







[1][1] Suharmini Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm. 1
[3] Evaluasi pendidikan, Norliala, M.Ag, M.Pd, 2009, IAIN Antasari Banjarmasin, hal. 22-23

0 komentar:

Posting Komentar