BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap orang saat
kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari,
kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Dari dua kalimat di atas kita sudah menemui tiga buah
istilah yaitu : evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang memang
lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang
sama sehingga dalam memakainya hanya tergantung dari kata mana yang siap di ucapkannya.[1][1]
Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dengan sistem evaluasi yang baik maka kualitas
pembelajaran diharapkan akan meningkat. Untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran tersebut, evaluasi sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan semua
ranah yang dimiliki peserta didik.
Dengan sistem evaluasi yang baik maka akan mendorong
pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik sehingga dapat memotivasi
peserta didik untuk belajar yang lebih baik dengan tujuan akhir meningkatnya
kualitas pendidikan di Indonesia pada umumnya, seperti yang diamanahkan dalam
pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan tujuan pendidikan nasional.[2][2]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jenis Penilaian
Penilaian dalam satu bidang studi, termasuk bidang
studi fiqh, mencakup penilaian hasil belajar dan penilaian proses belajar
(sering hanya di sebut dengan penilaian hasil dan peniaian proses). Penilaian
hasil adalah penilaian terhadap kemampuan-kemampuan yang diharapkan dikuasai
murid yang telah ditetapkan dengan tujuan pengajaran, sedangkan penilaian
proses adalah penilaian penilaian terhadap keterampilan atau kemampuan
murid yang diperlukan untuk memperoleh
penguasaan kemampuan yang diharapkan dalam tujuan pengajaran.
Oleh karena itu, penilaian hasil belajar dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Penilaian
formatif
Dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti
suatu program tertentu. Tes formatif adalah tes yang diselenggarakan pada saat
berlangsungnya proses belajar mengajar, diselenggarakan secara periodic
terhadap unit-unit pelajaran yang sudah diajarkan beberapa waktu yang
ditentukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui berhasil dan tidaknya proses
pembelajaran yang dilaksanakan.
Penilaian formatif adalah penilaian hasil belajar
yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan murid dalam menguasai kemampuan yang
diharapkan dalam satu-satuan program pengajaran terkecil, yang biasanya di
sebut dengan satuan pelajaran. Penilaian formatif berfungsi untuk memberikan
umpan balik yang diperlukan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar. Dengan
demikian, penilaian formatif lebih diarahkan untuk mengetahui sejauh mana guru
telah berhasil menyampaikan bahan pengajaran kepada murid. Meskipun demikian,
penilaian formatif tetap tertuju kepada murid. Dengan melihat hasil yang
diperoleh murid akan dapat diketahui tingkat keberhasilan guru dalam
menyampaikan pelajaran.
Dalam penilaian formatif, kemampuan yang dinilai
adalah penguasaan tingkah laku yang dituntut dalam tujuan instruksional khusus
satuan pelajaran yang bersangkutan, yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Akan tetapi karena waktu yang dipergunakan untuk
meresap hasil belajar masih pendek atau singkat, maka dalam penilaian akhir
satuan pelajaran ini lebih menitik beratkan kepada aspek pengetahuan, kecuali
jika bahan pengajaran memang bersifat keterampilan, seperti praktek wudhu,
praktek shalat, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil yang di peroleh dalam penilaian
formatif ini, guru dapat menetapkan langkah yang harus di ambil dalam kegiatan
belajar-mengajar berikutnya, yang pada pokoknya ada dua kemungkinan, yaitu : 1)
kegiatan belajar-mengajar satuan
pelajaran yang bersangkutan diulang kembali ; 2) kegiatan belajar mengajar
diteruskan dengan program satuan pelajaran berikutnya. Untuk menetapkan mana di
antara dua pilihan itu akan ditempuh, dipergunakan kriteria berikut :
1. Jika
85 % dari seluruh murid memperoleh nilai 7,5 (75% soal dijawab dengan benar),
maka program dapat dilanjutkan dengan catatan :
a) Kepada
murid yang memperoleh nilai kurang dari 7,5 diberikan program
perbaikan/remedial program.
b) Soal-soal
yang dijawab benar hanya kurang dari 85% murid, materinya perlu di ulang
kembali.
2. Jika
murid memperoleh nilai 7,5 (75 % soal di jawab dnegan benar) kurang dari 85%,
maka satuan pelajaran tersebut perlu diulang kembali dan kepada murid yang
telah memperoleh nilai 7,5 diberikan program pengayaan/enrichment program.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penilaian
formatif itu juga dapat dipergunakan untuk :
a. Memperbaiki
metode yang dipergunakan dalam kegiatan belajar-mengajar;
b. Melakukan
diagnose kesiltan belajar yang dialami murid;
c. Memperbaiki
tujuan instruksional khusus
d. Pemilihan
kembali bahan pengajaran.
Evaluasi formatif mempunyai mnafaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan
pendidikan baik bagi siswa, guru maupun program itu sendiri.
a) Manfaat bagi
siswa
1) Digunakan untuk
mengetahui apakah siswa sudah mengetahui bahan pelajaran pada suatu program
secara menyeluruh
2) Merupkan
penguatan bagi siswa
3) Usaha perbaikan
4) Sebagai bahan
diagnostis
b)
Manfaat bagi guru
1)
Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan
sudah dapat diterima oleh siswa
2)
Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran
yang belum menjadi milik siswa
3)
Dapat meramalkan berhasil tidaknya seluruh program
yang sedang dilaksanakan
b) Penilaian
sumatif
Tes sumatif
adalah tes yang diselenggarakan di akhir semester atau dinamakan tes belajar
tahap akhir. Tes ini bertujuan untuk memeperoleh informasi tentang keberhasilan
belajar siswa secara menyeluruh dalam kurun waktu yang ditentukan.
Penilaian sumatif adalah jenis penilaian yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan murid dalam menguasai
kemampuan-kemampuan yang diharapkan dalam program pengajaran selama satu satuan waktu
tertentu, yaitu : caturwulan, semester, tahun ajaran, dan seluruh program
pendidikan.
Berbeda dengan penilaian formatif yang lebih dititik
beratkan pada penilaian kegiatan belajar-mengajar, penilaian sumatif
dipergunakan untuk : 1) memberikan nilai kepada murid, mislanya untuk pengisian
rapor; 2) menetapkan kelanjutan pendidikan murid, seperti nai/tidak naik kelas,
lulus/tidak lulus; 3) menempatkan murid pada kelompok tertentu, misalnya
menetapkan murid dalam kelas tertentu (jika ada kelas paralel).
Dalam penilain sumatif, karena waktu belajar sudah
cukup lama, maka kemampuan yang dinilai mencakup seluruh aspek, baik
pengetahuan, keterampilan, maupun aspek sikap.
Penilain
sumatif ini ada kalanya juga pada pertengahan program dan dinamakan dengan
subsumatif. Jadi penilaian subsumatif pada hakikatnya adalah penilaian sumatif
yang dilakukan bukan pada akhir program, tetapi pada pertengahan program.
Adapun
beberapa manfaat tes sumatif, dapat diuraikan sebagai berikut :
1)
Untuk menentukan nilai, apabila tes sumatif terutama
digunakan untuk menentukan kedudukan anak
2)
Untuk menentukan seseorang anak dapat tidaknya
mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya
3)
Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa.[3]
B.
Alat Penilaian
Pada setiap pokok bahasan
dicantumkan jenis alat penilaian, secara keseluruhan mencakup empat jenis alat,
yaitu: (1) tes lisan, (2)tes tertulis, (3) tes perbuatan, dan (4) tugas.
Pencantuman jenis-jenis alat penilaian itu mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan
penilaian pengajaran Fiqh, baik penilaian hasil maupun proses dan baik
penilaian formatif maupun penilaian sumatif, hendaknya dipergunakan alat-alat
penilaian yang dicantumkan, dengan memilih salah satunya atau menggunakannya
secara gabungan.
Sebenarnya, selain empat jenis alat penilaian itu
masih banyak jenis alat penilaian yang diperlukan untuk melakukan penilaian
dalam bidang studi Fiqh, yaitu yang berupa alat penilaian nontes, seperti
pengamatan, wawancara, tanya jawab, angket, dan sebagainya. Jenis-jenis alat penilaian
nontes ini terutama diperlukan untuk melakukan penilaian formatif dan sumatif
dalam aspek sikap serta penilaian proses belajar.
Dengan demikian, dalam kegiatan penilaian pengajaran
bidang studi Fiqh, dapat dipergunakan semua jenis alat penilaian yang ada, yang
secara garis besar terdiri dari alat penilaian yang berupa tes dan alat
penilaian nontes.
1.
Alat Penilaian yang Berupa Tes
Alat penilaian yang berupa tes terdiri dari dua
jenis tes, yaitu: (1) tes kata-kata dan (2) tes perbuatan. Sementara itu, tes
kata-kata dapat dibedakan menjadi tes lisan dan tes tertulis.
Tes kata-kata adalah tes yang menggunakan kata-kata,
baik pertanyaan maupun jawabannya. Tes kata-kata yang diberikan kepada murid dalam pertanyaan lisan dan murid
harus menjawab dengan lisan, disebut dengan tes lisan. Jika pertanyaanya
tertulis dan jawabannya juga tertulis, maka tes tersebut dinamakan tes
tertulis. Ada juga tes kata-kata yang pertanyaannya diajukan secara lisan,
tetapi jawabannya diberikan secara tertulis.
Tes perbuatan pada hakikatnya adalah tes dalam
bentuk guru memberikan tugas kepada murid untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu, baik secara tertulis maupun lisan, kemudian murid melakukan tugas
yang diberikan guru.
Dalam pengajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah, tes
kata-kata dipergunakan untuk menilai penguasaan murid terhadap kemampuan
pengetahuan, baik hafalan, pemahaman, maupun aplikasi, seperti: hafalan lafal
syahadatain, hafalan do’a, pemahaman tentang cara shalat, pemahaman tentang
zakat, puasa, haji, muamalah, dan
sebagainya. Tes perbuatan dipergunakan untuk menilai penguasaan murid terhadap
kemampuan murid yang bersifat keterampilan, seperti: praktek wudhu’, praktek
shalat, praktek tayammum, dan sebagainya.
Tes kata-kata, baik lisan maupun tertulis, pada
pokoknya mencakup dua bentuk, yaitu tes uraian dan tes obyektif. Tes uraian
terdiri: (1) uraian bebas dan (2) uraian terbatas, sedangkan tes objektif
terdiri dari: (1) jawaban singkat, (2) benar-salah, (3) menjodohkan, dan (4)
pilihan ganda.
2.
Alat
Penilaian Nontes
Penilaian
pengajaran yang memerlukan alat nontes adalah penilaian hasil belajar dalam
aspek sikap dan penilaian proses. Alat penilaian nontes ini banyak sekali
jenisnya, tetapi tidak seluruhnya diperlukan dalam penilaian pengajaran bidang
studi fiqh di Madrasah Ibtidaiyah adalah pengamatan, wawancara, dan tanggung
jawab. Dalam pelaksanaan penilaian nontes ini dipergunakan instrumen-instrumen
nontes, seperti: daftar cek, skala sikap, skala penilaian, catatan anekdot, dan
sebagainya.
1) Penyusunan
Tes
Seperti anda
ketahui, soal-soal tes hasil belajar itu disusun berdasarkan kurikulum yang
berlaku, terutama komponen tujuan pengajaran dan pokok bahasan yang terdapat
dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran. Akan tetapi karena rumusan tujuan
pengajaran, baik kurikuler maupun instruksional umum, itu masih belum
operasional, maka titik awal penyusunan tes hasil belajar adalah tujuan
instruksional khusus (TIK).
Untuk
penyusunan tes formatif, tujuan instruksional khusus itu langsung menjadi
acuannya, karena tes formatif memang dimaksudkan untuk mengukur tingkat
ketercapaian tujuan instruksional khusus. Akan tetapi untuk menyusun tes
sumatif yang lebih menitikberatkan pengukuran tingkat ketercapaian tujuan
instruksional umum, maka perlu disusun indikator yang merupakan penjabaran
tujuan instruksional umum untuk keperluan penyusunan tes sumatif.
Indikator
adalah suatu ciri yang dapat diamati yang digunakan sebagai petunjuk bahwa
tujuan instruksional umum telah tercapai. Kriteria dan cara penyusunan
indikator itu tidak berbeda dengan kriteria dan cara penyusunan tujuan
instruksional khusus. Perbedaannya dengan tujuan instruksional khusus hanya
terletak pada cakupan materi. Jika pada tujuan instruksional khusus, seluruh
materi yang tercakup dalam tujuan instruksional umum/ pokok bahasan harus
diurai, tetapi dalam penyusunan indikator dipilih materi-materi tertentu yang
diperkirakan dapat mewakili seluruh isi tujuan instruksional umum/pokok bahasan
yang bersangkutan.
Agar tes
yang akan disusun tidak menyimpang dari kurikulum yang dipergunakan, sebelum
menyusun butir-butir soal/pertanyaan harus disusun terlebih dahulu kisi-kisi
soal, terutama dalam penyusunan tes
sumatif. Kisi-kisi adalah format berbentuk matriks yang memuat kriteria tentang
soal-soal yang akan disusun. Kisi-kisi yang baik harus memenuhi tuntutan
berikut:
1. Dapat
mewakili isi bahan pengajaran yang akan dinilai
2. Komponen-komponennya
jelas dan rinci
3. Soal
yang ditetapkan dapat disusun.
Format dan komponen kisi-kisi penyusunan tes hasil
belajar terdiri dari dua bagian besar, yaitu bagian identitas dan bagian
matriks. Pada bagian identitas setidak-tidaknya termuat:
1) Nama
bidang studi
2) Kelas
dan caturwulan
3) Tahun
ajaran
4) Jumlah
soal
5) Alokasi
waktu.
Pada bagian matrik setidak-tidaknya termuat:
1) Tujuan
instruksional umum
2) Pokok
bahasan/subpokok bahasan
3) Uraian
materi
4) Indikator/Tujuan
instruksional khusus
5) Jumlah
soal setiap uraian yang dipilih
6) Bentuk
soal
7) Nomor
soal
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharmini, Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2006, Cet. 6.
0 komentar:
Posting Komentar